Menurut Islam, manusia hidup pasti menghadapi
ujian. Bahkan boleh jadi perjalanan hidup seseorang memang melangkah dari satu
ujian ke ujian berikutnya. Sebagai contoh persoalan keluarga dan perkawinan,
kematian suami/istri, soal anak, perceraian, selingkuh dan persoalan yang
lainnya. Namun justru dari ujian itu manusia dididik lebih dewasa, yang
akhirnya bisa menyadari siapa sesungguhnya dirinya.
Tentang ujian, Allah berfirman
dalam surat al-baqarah ayat 155 :
“Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Dalam teks aslinya, Allah
mengawali firman-Nya dalam ayat ini dengan kata
“sungguh” dua kali. Ini menunjukkan bahwa ujian itu pasti dialami
manusia. Kecuali mereka yang memiliki
kesabaran, justru akhirnya akan menemukan kegembiraan, seperti yang ditegaskan di
ujung ayat tersebut.
Berikut ini langkah yang bisa
kita ambil dari ajaran Islam untuk meneguhkan jiwa agar mampu menghadapi ujian
dengan tabah.
Sabar
Kunci utama menghadapi ujian
adalah sikap sabar. Banyak ayat yang memerintahkan agar kita punya kesabaran
tinggi menghadapi ujian itu. Pemecahan masalah tidak akan dapat kita temukan
dalam keadaan panik, marah, atau jiwa yang kacau balau.
Dalam sebuah tafsir yang di tulis
Abdullah Yusuf Ali menjelaskan ada empat hal yang terkandung dalam kata sabar.
Sabar berarti menahan diri,
tidak tergesa-gesa. Sabar juga berarti teguh, tabah dan keras kemauan.
Sabar juga bermakna sistematik, terarah, tidak asal bertindak.
Dan sabar berarti pula menerima
kenyataan atau pasrah dengan gembira, kebalikan dari sikap menggerutu dan
uring-uringan
Dengan demikian sabar tidak
bersikap pasif. Ada kepasrahan, tetapi juga keteguhan dan kemauan keras. Ada
sikap menahan diri tetapi juga maju dengan terencana dan sistematik.
Sikap sabar sesungguhnya adalah
kekuatan yang luar biasa. Lalu bagaimana kita memperoleh kekuatan itu? Kunci kekuatan
itu bisa kita dapatkan pada lanjutan ayat di atas yaitu surat al-baqarah ayat
156-157 :
“(yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan “innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.
Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya,
dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Sumber kekuatan itu terletak pada
kalimat istirjak atau “innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun” yang artinya
“sesungguhnya kami milik Allah dan kepada Allah kami akan kembali”.
Dzikir dan Tawakal
Dzikir artinya ingat. Dzikir
kepada Allah artinya mengingat Allah. Dalam Alqur’an Allah menyatakan, “jika
kalian ingat kepadaKu, maka Aku akan mengingatmu”. Juga dinyatakan,
“ketahuilah, dengan dzikir kepada Allah, maka hati akan tentram”.
Dzikir paling ringan adalah mengucap
kalimat, “la ilaha illallah” tidak ada Tuhan kecuali Allah. Yang lebih berat
tentu saja menghayati sepenuh hati makna kalimat thayyibah itu.
Dzikir selain secara lisan, yang
lebih utama lagi dengan hati, yaitu
mengingat Allah di setiap waktu dan segala tempat, mengakui kebesaran,
kemurahan, kekuasaan, dan balasan Allah.
Menurut Imam Alghazali, tawakal
artinya menyerahkan nasib sepenuhnya kepada Allah atas keadaan yang di terima.
Kepahitan hidup yang kita alami, kita sandarkan kepada Allah. Tak ada tempat
sandaran lebih kukuh dari pada bersandar kepada Tuhan.
Tetapi sikap pasrah hendaknya
ditempatkan di belakang bukan di depan. Sebelum pasrahada keharusan ikhtiar,
jangan belum apa-apa sudah pasrah. Ini bukan tawakal tetapi kemalasan atau
sembrono. Tawakal tanpa ikhtiyar adalah keteledoran.
Sedekah
Sedekah sangat bermanfaat untuk
mengurangi terjadinya musibah. Tuhan menolong kita terhindar dari musibah
karena kita tergolong orang yang gemar bersedekah. Selain itu juga menghapus
rasa cemas dan takut kita. “Allah selalu menolong hambaNya selama hamba itu
menolong sesamanya,” kata Nabi Muhammad. Salah satu contoh misalnya dalam surat
al-baqarah ayat 262 :
“Orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi pemberiannya itu dengan
menyebut-nyebut (undat-undat) dan tidak menyakiti (perasaan si penerima), maka
bagi mereka pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada lagi kecemasan dan ketakutan
bagi mereka.”
Seorang dermawan yang tulus, dari
aspek sosial akan memiliki banyak sahabat sehingga banyak yang membantu
mengatasi kesulitan. Sedang dari sudut agama, Tuhan akan membantu dia untuk
menghilangkan rasa cemas dan sedihnya.